Srengseng Sawah dewasa ini menjadi nama sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Sampai tahun tigalpuluhan abad ke-20 kawasan Srengseng menjadi bagian dari wilayah Distrik (Kewedanaan) Kebayoran, Kabupaten Meestercornelis.
Dahulu kawasan tersebut biasa disebut Srengseng saja, tanpa kata sawah. Orang Belanda VOC menyebutnya Sringsing. Mungkin karena di situ banyak dibuka persawahan, maka kemudian disebut Srengsengsawah. Atau, mungkin juga untuk membedakannya dengan Srengseng di Jakarta Barat, yang sekarang menjadi nama kelurahan di wilayah Kecamatan Kebonjeruk.
Srengseng diambil dari nama semacam pandan berdaun lebar, pinggirnya berduri – duri, (Pandanus caricosus Ramph), termasuk famili Pandaneseae. Daunnya bisa dianyam dijadikan tikar atau topi kasar (Fillt 1883, 264). Sampai meletusnya Perang Dunia Kedua produksi tikar dan topi pandan dari Distrik Kebayoran mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti, dapat dipasarkan kedaerah – daerah lain, bahkan ke luar Pulau Jawa ( Tideman 1932:19). Sampai tahun tujuh puluhan abad ke-20 ,Masih banyak penduduk asli Srengseng Sawah dan sekitarnya yang membuat tikar dan topi pandan sebagai usaha sampingan.
Pada tahun 1674 kawasan Srengseng tercatat sebagai milik Karim, anak seorang bekas Kapten Jawa, bernama Citragladak. Kemudian jatuh ke tangan Cornelis Chalestein, tuan tanah kaya raya yang antara lain memiliki tanah partikelir Depok. Di Srengseng ia mempunyai sebuah rumah peristirahatan. (De Haan 1935:340).
31 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan Pesan dan Komentar Anda